BP Perparkiran! Kemana Aliran Dana Parkir Kita?


BP Perparkiran (BPP). Adakah yg mengerti betul apa tugas dan kebijakan-kebijakan tentang pekerjaan mereka? Badan ini sebenarnya merupakan salah satu sumber penghasilan yang besar untuk pendapatan Daerah. Untuk BP Perparkiran Jakarta, menurut perhitungan mantan anggota DPRD DKI Jakarta Ali Wongso, BP Perparkiran bisa meraup retribusi Rp 59,77 milyar/tahun. Itu belum termasuk jika mereka mendapatkan kontribusi-seperti ditentukan Perda No 5/ 1999 (DKI Jakarta) tentang Perparkiran-dari parkir swasta, yang bisa mencapai Rp 109,19 milyar per tahun.



Mungkin kalau di Jakarta keadaan sudah semakin kompleks karena adanya beberapa Perusahaan Pengelola Parkir Swasta, yang tidak jauh beda sifatnya dengan BPPerparkiran pemerintah. Sebagai contoh: Di setiap tiket jelas-jelas disebutkan, kehilangan mobil atau barang berharga bukan tanggung jawab pengelola parkir. Sebaliknya, jika mereka yang parkir kehilangan karcis, mereka langsung didenda Rp 10.000. Gak jauh beda kan? Yg swasta keliatan lebih bagus di peralatan yg digunakan, tetapi tanggung jawabnya NOL, sama aja dengan parkir dipinggir jalan yg dikelola BP Perparkiran Pemerintah.

PERTANYAANNYA SEKARANG: Kemanakah aliran pendapatan dari Pengelolaan perparkiran? Berapa jumlah tepat pendapatan perhari? Adakah acuan yg bisa dijadikan bukti kebenaran data pendapatan parkir perharinya?



Seandainya saja pemerintah bisa sedikit peduli tentang sumber pendapatan yang besar ini, mungkin keadaan masing2 daerah di Indonesia akan menjadi lebih baik.

Sistem parkir dengan memakai tiket/karcis telah terbukti sangat kacau. Begitu banyak pendapatan parkir yang menguap entah kemana. Malah diisukan, para "Juragan" lahan parkir yg orang dalam pemerintah juga, membeli bundelan tiket/karcis parkir dalam jumlah tertentu tiap harinya. Jumlah yang akan mereka setor adalah sejumlah berapa bundelan yang dibelinya di pagi hari. Seperti itulah kira2 modus operasi para "Juragan" ini.

Bayangkan berapa banyak dana pendapatan yang seharusnya menjadi milik Daerah, malah menjadi keuntungan perseorangan/golongan.



Seandainya pemerintah Aceh atau daerah lainnya memiliki pikiran untuk mengeluarkan Peraturan Daerah yang melarang pengguna jalan untuk parkir di pinggir-pinggir jalan, kecuali tempat-tempat tertentu. Kemudian pemerintah menyediakan bangunan khusus untuk parkir kendaraan. Lokasi dari bangunan tersebut bisa dipetakan dari data spasial dan geografis yang ada di BAPPEDA masing2 daerah. Kemudian di gedung parkir tersebut dibangun sebuah sistem database yang layak untuk mencatat langsung setiap transaksi perparkiran yang terjadi tiap harinya.

Kemudian, dari database yang tersedia setiap harinya, bisa dihitung pendapatannya dan dipublikasikan secara transparan kepada masyarakat luas melalui website resmi dari Badan Pengelola Perparkiran, yang kita tahu bersama, sampai hari ini BELUM ADA. Bahkan mungkin Pemerintah tidak pernah berpikir untuk membangun sebuah website buat BP Perparkiran.

Seandainya seperti ini, saya yakin, bahkan pemerintah daerah bisa menaikkan gaji dari juru parkir.

Kemudian juga data juru parkir harus diperhatikan, misalnya dengan pembuatan ID card yang jelas, sehingga tidak sembarang orang bisa memalsukan pekerjaan juru parkir. Sekarang ini banyak sekali juru parkir gadungan yang beroperasi di pinggir2 jalan dan memungut restribusi parkir tanpa ada karcis yang jelas dari PEMDA.

Akhir kata, Dana Parkir itu adalah Dana Masyarakat yang dikutip oleh Negara/Daerah karena pemakaian Fasilitas Negara. Jadi sudah semestinya bahwa dana tersebut harus 100PERSEN masuk dalah kas NEGARA/Daerah.

0 comments:

Post a Comment